Header Ads

Apa yang terucap akan lenyap, apa yang tertulis akan mengabadi

Partai Golkar dan Jusuf Kalla


Politisi senior Partai Golkar, Yorrys Raweyai melempar bola panas. Dia prihatin dengan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) yang disebut dalam dakwaan perkara korupsi e-KTP. Terlebih KPK sudah meminta Imigrasi untuk melarang Setnov pergi ke luar negeri. Di kutip dari beberapa media, Yorrys menyebut Setnov hampir pasti menjadi tersangka KPK, Yorrys menyerukan konsolidasi partai Golkar yang diterjemahkan pihak lain dengan mengganti Setnov jika kelak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

“Bagaimanapun Politik ada sebuah seni menggelola ketidakmungkinan”

Apa yang disampaikan Yorrys bukan hal baru. Sebelumnya, faksi muda Partai Beringin sudah memberikan sinyal serupa. Mereka bahkan sudah mengapungkan sejumlah nama yang disebut “Pemimpin Milenial” Partai Golkar. Sebagai parpol senior yang tinggi turbulansinya, wacana ini bukan mustahil. Tetapi pelaksanaanya tidak gampang menimbang Setnov bukan hanya Ketua Umum DPP Golkar melainkan Ketua DPR RI berlatarbelakang pengusaha sukses. Ada kekuasaan besar yang menopang Setnov. Sehingga untuk menggolkan wacana ini Yorrys + Faksi Muda Partai Beringin harus didukung oleh kekuatan besar pula. Dan Jusuf Kalla (JK) adalah orangnya.
JK memenuhi segenap unsur yang dibutuhkan. Sebagai Wakil Presiden RI, berlatarbelakang pengusaha sukses dan mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar; JK adalah sosok terbaik untuk berperan sebagai payung. Apakah JK setuju? Besar kemungkinan iya. Ada beberapa faktor yang melandasi pemikiran saya.
Pertama, sedari awal JK tergolong gigih mendorong KPK untuk menuntaskan mega-korupsi e-KTP. JK mendukung KPK, baik secara moril maupun kebijakan. Ketika Novel Baswedan diserang, JK adalah petinggi negara yang pertama yang meminta dicarikan perawatan yang terbaik dan biayanya akan ditanggung oleh negara. Dukungan JK terhadap KPK semakin tegas pasca pertemuannya dengan pimpinan KPK di rumah dinas Wapres. Waktu itu mantan Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji dan dihadiri mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin. Tentu bukan omong-omong biasa bila mantan pendekar hukum resmi ini turut hadir dalam perbincangan pimpinan KPK dan JK. Buktinya waktu Setnov dicekal, JK berdiri di belakang KPK dengan menegaskan keyakinannya bahwa KPK pasti punya bukti kuat.
Kedua, JK menilai Setnov adalah sosok yang bermasalah. JK termasuk sosok yang menegur keras Setnov saat meruyaknya kasus Papa Minta Saham. Kecuali itu, saat pemilihan Ketua Umum Golkar tempo hari, JK tegas meminta agar sosok ketua umum Partai Golkar nantinya tak memiliki catatan hukum masa lalu. Pernyataan JK ini sampai dinilai Ridwan Bae selaku Anggota Tim Sukses (Timses) Setnov sebagai kampanye hitam dalam ajang munaslub. Barangkali waktu itu JK menilai keterpilihan sosok “bermasalah” sebagai Ketua Umum DPP Golkar akan memburamkan sinar partai beringin.
Ketiga, JK tergolong lugas dalam mengomenterari sepak-terjang Setnov. Terkait dugaan kasus Papa minta saham, JK berkali-kali menyindir Setnov, bahkan dalam forum kenegaraan, yakni Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi ke-10 digelar di Ruang Nusantara V, gedung DPR. Terkait pencekalan Setnov, JK bertegas-tegas agar jangan sampai KPK diintervensi.

“JK tegas meminta agar sosok Ketua Umum Partai Golkar nantinya tak memiliki catatan hukum masa lalu”

Ketiga faktor ini merupakan sinyal bahwa JK sudah gerah dan tingkah polah Setnov. Bukan mustahil kegerahan ini akan berujung dukungannya bagi penyelenggaraan munaslub. Bagaimanapun sebagai mantan Ketua Umum DPP Golkar, JK memiliki beban moril untuk menjaga kerindangan partai beringin. Di lain sisi sebagai politisi yang sudah berusia senja, JK tentu ingin memberikan warisan sistem politik yang baik bagi generasi muda politik sebelum dirinya pensiun dari percaturan politik di negeri ini.
Saya yakin arah ini juga terbaca oleh lawan-lawan politik JK. Karenanya, JK pun sudah kembali diserang. Rumor agar Jokowi menyingkirkan para Sengkuni yang bercokol di sekitarnya sebagai reaksi atas kekalahan Ahok-Djarot sudah berhembus kencang. Padahal, sudah rahasia umum bahwa JK berada di belakang Anies-Sandi dalam Pilkada DKI Jakarta tempo hari. Isu makar juga bisa menjadi bola panas bagi JK. Sekiranya Jokowi lengser di tengah jalan, sesuai peraturan perundang-undangan, tentu JK yang akan naik menjadi Presiden RI ke-8.
Bagaimanapun, politik ada seni menggelola ketidakmungkinan. Apapun hasilnya, kita berharap tarikan-tarikan di tubuh Partai Golkar tidak berimbas negatif pada kinerja pemerintah dan DPR. Semoga!
politiktoday

Tidak ada komentar