Header Ads

Apa yang terucap akan lenyap, apa yang tertulis akan mengabadi

Lagi-lagi (Omong Kosong) Tokoh Islam Hendak Makar?


Di ujung ingatan perkara  penangkapan Sri Bintang Pamungkas dan Rahmawati Soekarnoputeri dkk, hari ini isu makar kembali melenting dalam perbincangan publik. Penyebabnya, penangkapan lima orang terkait dugaan makar sebelum Aksi “313”. Salah satunya, adalah Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al-Khaththath. Mereka ditangkap pada Jumat dini hari tadi di tempat-tempat berbeda.
Permainan “last minutes” ini adalah trend kepolisian saat ini. Sebelumnya, kita sama-sama saksikan betapa Sri Bintang Pamungkas dkk pun dibekuk pada  “last minutes” menjelang aksi 212 tahun lalu. Serangan yang mirip juga dilancarkan kepada Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono oleh kesaksian Antasari Azhar beberapa jam sebelum pemungutan suara putaran I Pilkada DKI Jakarta digelar.
Persamaan dari ketiga permainan “last minutes” itu adalah kaitannya dengan seseorang; Basuki Tjahaya Purnama. Ada kesan kuat, segala masalah yang sejatinya jauh lebih besar ketimbang Ahok, sengaja digebuk karena dikuatirkan akan merongrong potensi kemenangan Ahok pada Pilkada DKI Jakarta.
Nalar saya meragukan tudingan makar ini. Bagi saya, ini tuduhan yang tergesa-gesa. Logikanya, jika rencana makar itu benar adanya, sudah pasti TNI dan BIN akan kasak-kusuk. Pasalnya, makar adalah kejahatan serius terhadap negara. Dan TNI sebagai penjaga pertanahan negara, serta BIN sebagai institusi yang paling bertanggungjawab dalam menyirap informasi-informasi intelejen, mustahil  tinggal diam.
Nyatanya, TNI dan BIN nampak adem-ayem saja. Padahal, sudah terjadi dua kali tuduhan makar dari dua kelompok yang berbeda, kalangan nasionalis dan kalangan Islam. Hanya polisi yang kasak-kusuk. Itu pun pecah menjadi permainan “last minutes” tadi.  Apa tuduhan makar ini tidak terkesan dipaksakan?
Mari cermati kasus tuduhan makar sebelumnya, yang menimpa kalangan nasional. Sudah sejauh mana penyelesaiannya? Bahkan Berita Acara Pemeriksaaan (BAP) mereka seperti hilang ditelan bumi. Kasus dugaan makar itu tidak kunjung sampai ke Kejaksaan. Lalu, satu persatu para tersangkanya dilepaskan dengan dalil tertentu.
Status tersangka artinya polisi sudah memiliki dua alat bukti, kemana dua alat bukti itu?Jika memang polisi sudah memiliki bukti yang akurat, valid dan lengkap, mengapa sampai sekarang kasus makar Sri Bintang Pamungkas cs madeg di kepolisian? Padahal, sebelumnya dengan cepat polisi langsung menentapkan Sri Bintang dkk sebagai tersangka makar.
Mau tidak mau nalar saya membenarkan kekuatiran Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, bahwa polisi sudah bertindak arogan. Bahwa, polisi terkesan set-back ke era Orde Baru. Bukan hukum lagi yang menjadi panglima bagi polisi, melainkan perintah elit penguasa. Maka mekanismenya kira-kira begini: 1) tangkap target sasaran lalu sebutkan bahwa polisi sudah memiliki alat bukti yang cukup; 2) negosisasi dengan mereka yang ditangkap; dan terakhir 3) mereka dilepaskan, dan kasus itu masuk peti es.
Berpijak pada latar belakang ini, rasanya tak salah jika publik mempersepsikan polisi sudah menjadi alat kekuasaan. Tudingan ini sudah menggumpal menjadi persepsi polisi pasang badan agar Basuki Tjahaya Purnama bisa memenangkan Pilkada DKI Jakarta. Polisi dituduh memihak Ahok, sehingga kepada semua pihak yang mendemo Ahok, polisi langsung main tangkap dengan tuduhan makar.
Satu-satunya cara untuk meredam persepsi negatif ini, polisi harus bersikap transparan. Kedua tudahan makar ini harus disiarkan kepada publik. BAP para tersangka makar dari kalangan nasionalis harus secepatnya dilanjutkan ke kejaksaan. Biar publik bisa menilai apa yang sesungguhnya terjadi dalam sidang pengadilan kelak. Benarkah Sri Bintang Pamungkas cs bersalah? Atau jangan-jangan polisi saja yang ngrasak-ngrusuk?
Demikian pula dengan kasus penangkapan para tokoh Islam hari ini. Harus ada penjelasan resmi dari kepolisian, dan juga pembuktian secara hukum. Jangan sampai persepsi masyarakat atas tuduhan makar ini hanya mentok pada omong kosong kepolisian.
Indonesia adalah negara hukum. Adalah kemudharatan besar bagi bangsa ini jika hukum dikangkangi hanya demi kepentingan politik sesaat.

Tidak ada komentar