Partai Terkorup 2017; Golkar dan PDIP Masih Juara
Sepandai-pandainya menyimpan bangkai, pasti bau busuknya
tercium juga. Ilustrasi ini rasanya tepat untuk menggambarkan “kegagalan”
membangun budaya antikorupsi di internal Golkar dan PDIP. Tahun 2017 ini, kedua
parpol ini layak kita labeli sebagai parpol terkorup.
Tentu saja ini bukan sebatas asumsi saya. Ada landasan
pemikiran di sini. Silakan telisik jumlah kepala daerah kader parpol yang
diciduk KPK sepanjang 2017, Golkar dan PDIP jadi juaranya. Bahkan jumlah kepala
daerah Golkar yang menjadi tersangka korupsi meningkat tajam dari 2016 ke 2017.
Sampai akhir 2017, diketahui ada 5 kepala daerah kader
Golkar yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Mereka adalah Ridwan Mukti
(Bengkulu), Siti Mashita Soeparno (Tegal), OK Arya Zulkarnaen (Batubara),
Tubagus Iman Ariyadi (Cilegon), Rira Widyasari (Kutai). Jumlah ini naik drastis
dari 2016 di mana hanya 2 kepala daerah kader Golkar yang diciduk KPK, yaitu
Suparman (Rokan Hulu) dan Yan Anton Ferdian (Banyuasin).
Sementara PDIP jalan ditempat. Pada 2016, ada tiga Kepala
Daerah dari PDIP yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, yakni: Ojang
Sohandi (Subang), Bambang Kurniawan (Tanggamus), dan Taufiqurrahman (Ngajuk).
Tahun ini, lagi-lagi tiga orang, yakni Sri Hartini (Klaten), Eddy Rumpoko
(Batu) dan Mas’ud Yunus (Mojokerto).
Kalau tidak percaya data saya ini, silakan buka detik.com.
Situs berita itu telah mengeluarkan riset perihal “Daftar Parpol dengan Kader
Terbanyak Diciduk KPK” periode 2014-2017. Nyatanya, lagi-lagi Golkar dan PDIP
jadi juaranya. Berdasarkan data yang dirilis 1 Oktober 2017 itu diketahui ada 9
kasus korupsi yang mendera kader Golkar, dan 7 kasus korupsi yang menghantam
PDIP.
Tentu saja ini fenomena gunung es. Kalau ditelisik pasti
lebih banyak lagi yang akan terungkap. Proses pengusutan kasus KTP-el itu
contohnya bahkan membuat mantan Ketua DPR dan mantan Ketum Golkar Setya Novanto
sampai harus menjadi tahanan KPK.
Bagaimana nasib para petinggi PDIP yaitu MenhukHAM Yasonna
Laoly, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Gubernur Sulut Olly Dondokambey,
pasca hilangnya nama mereka dalam berkas tuduhan Setya Novanto? Nah, ini akan
menjadi drama baru dalam penuntasan kasus mega korupsi KTP-El.
Apa yang tergambar di atas sebenarnya bukan sesuatu yang
aneh. Kita sudah bisa memprediksinya jauh sebelum PDIP menang Pileg, jauh
sebelum Jokowi jadi presiden. Indeks korupsi yang dirilis ICW periode 2002-2014
mencatat skor tertinggi PDIP sebagai parpol yang paling rentan kadernya
terlibat korupsi. Tiga besar dari riset ICW itu adalah PDIP (7.7), PAN (5.5),
dan Golkar (4.9)
Logikanya sederhana saja. Bila saat di luar kekuasaan indeks
kerawanan korupsi PDIP sudah jadi pemuncak, apalagi saat PDIP menjadi the
ruling party, partai penguasa? Tentu godaan untuk melakukan tindak-pidana
korupsi semakin meningkat.
Apakah ini ada kaitannya dengan PDIP dan Golkar yang ngotot
menginisiasi Pansus Angket KPK? Besar dugaannya begitu. Terbukti saat Airlangga
Hartarto mengambil alih Golkar, mulai muncul isu Partai Beringin hendak menarik
dukungan terhadap Pansus Angket KPK.
Secara politik ini bisa dibaca, sejatinya Pansus Angket KPK memang dirancang untuk
menyelamatkan Setya Novanto, dan saat Setya Novanto sudah karam apalagi yang
mau dipertahankan? Terlebih, dukungan terhadap Pansus Angket KPK nyata-nyata
sudah mengerus citra Golkar di mata publik.
Tentu saja apa yang saya paparkan ini menjadi amat
mengganggu. Mengingat Jokowi, yang notabene kader PDIP, sudah hampir putus urat
lehernya untuk menyerukan gerakan antikorupsi. Nyatanya, dua parpol pendukung
utamanya yang malah gagal melaksanakan gerakan tersebut. Betapa ironisnya!
Post a Comment