Header Ads

Apa yang terucap akan lenyap, apa yang tertulis akan mengabadi

Poin Penting Silaturahmi SBY dan Jokowi

Akhirnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertemu Joko Widodo (Jokowi). Silaturahmi ini menyejarah mengingat konflik yang  terbit lima bulan terakhir. Wajar bila publik semangat menyambut. Sebagai dua negarawan, SBY dan Jokowi memiliki jutaan pengikut berlatarbelakang lintas sosial, budaya, ekonomi. Miss-komunikasi antara SBY dan Jokowi bukan sebatas perkara dua warga negara, tetapi terkait para pendukung, serta martabat pemimpin puncak negeri ini.
Ada tiga pokok penting dari silaturahmi dua negarawan ini. Pertama, tabayun. Lima bulan terakhir, komunikasi SBY dan Jokowi bermasalah. Hal ini kental politis, karena tidak terlepas dari majunya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam Pilkada DKI Jakarta. Secara jujur harus kita akui bahwa SBY adalah sosok yang paling menjadi korban.
Seingat saya, ada delapan serangan dahsyat terhadap SBY, yakni 1) kasus Munir; 2) tudingan membiayai aksi umat Islam; 3) koruptor selama 10 tahun memimpin Indonesia; 4) penggagas makar; 5) inisiator fatwa MUI perihal penistaan agama; 6) isu penyadapan; 7) mahasiswa geruduk kediaman; dan terakhir 8 )inisiator kriminalisasi Antasari Azhar.
Serangan-serangan ini bersifat sistematis, masif dan terorganisir waktunya. Sulit menyebut tidak ada kekuatan besar di belakangnya. Terlebih, yang menyerang SBY, baik langsung atau tidak langsung, terindikasi sebagai pendukung Jokowi. Wajar jika pendukung SBY melakukan klarifikasi, atau menyerang balik.Dalam konteks ini, tabayun menjadi penting. Dengan bicara blak-blakan dan dari hati ke hati, segenap prasangka, rumor, sampai fitnah bisa diklarifikasi. Tetapi, sekiranya tabayun ini berlangsung lebih cepat, tentu tidak banyak energi publik yang mubazir akibat gejolak sosial-politik ini.
Kedua, tidak membuang jejak masa silam. Ada ketegasan bahwa Jokowi tidak memerintah dari titik nol. Jokowi adalah penglanjut pencapaian presiden-presiden pendahulu. Segenap yang baik akan dilanjutkan, dan yang kurang baik akan dibenahi.
Point ini penting berpijak derasnya gerakan pendegradasian pencapaian pemerintah sebelumnya. Khususnya di media sosial, upaya membanding-bandingkan amat terasa. Sekalipun sifatnya amat timpang; yakni hanya kesuksesan yang diperbandingkan; sementara kebelumberhasilan dikubur dalam-dalam. Publik dicekoki agitasi murahan. Seolah, segala keburukan adalah imbas kesalahan SBY; dan segenap kebaikan murni kerja keras pemerintah saat ini.
Harapan ke depannya, Jokowi dapat mengendalikan pendukungnya untuk menghentikan agitasi murahan seperti ini. Jangan karena fanatisme, obor orang lain dipadamkan. Ini bukan tindakan bijak.
Ketiga, budaya politik yang baik. Rakyat rindu melihat hubungan harmonis antarpresiden. Rakyat ingin presiden dan mantan presiden bahu-membahu sesuai peran dan kedudukannya untuk memajukan bangsa dan negara. Ini bukan sebatas guna meredam konflik akar rumput, melainkan bola semangat bagi rakyat untuk bersama-sama pemerintah membangun Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.
Tetapi, relasi harmonis bukan membebek. Para mantan presiden memiliki pengalaman dalam memimpin Indonesia, sehingga wajar bila memberi masukan kritis dan positif kepada pemerintah. Kritik bukan untuk merecoki, selama demi kepentingan bangsa. Di sini pentingnya silaturahmi antara presiden dan mantan presiden. Agar saran dan kritik konstruktif tepat sasaran dan tidak menerbitkan gejolak sosial politik baru.
Indonesia bisa belajar dari pemerintahan Amerika Serikat yang memberi ruang khusus bagi para mantan presiden. Presiden yang tuntas menjabat bertindak sebagai “konsultan” presiden. Dalam pengambilan kebijakan strategis kerap kekayaan pengetahuan dan pengalaman para mantan presiden dijadikan salah satu rujukan.
Masalahnya, tempo hari silaturahmi ini terhambat dinding pejal para pembisik. Merekalah yang merenggangkan hubungan antara Jokowi dan SBY. Merekalah yang menghambat bangsa Indonesia meninggalkan era lama. Hari ini dinding pejal itu pecah. Hari ini adalah kemenangan rakyat atas para petualang politik yang berkeliaran di sekitar kursi kekuasaan.
Tetapi tentu saja, para pembisik ini tidak tinggal diam. Mereka akan terus mencari cara untuk merenggangkan komunikasi presiden dan para mantan presiden. Ini yang harus kita waspadai.
pernah dimuat di politiktoday.com

Tidak ada komentar