Salah Kaprah Tudingan terhadap FPI dan Agus Yudhoyono
Tetapi, tentu saja ada beberapa hal yang perlu
dikritisi atas tulisan Hedi ini.
Pertama. Hedi memberikan link video berjudul
Coba Tebak Siapa Sosok Yang Sedang Asik Makan Bareng Para Habaib Ini?.Setelah
saya klik, dbawa ke youtube dan ternyata link tersebut sudah dihapus.
Tulisan yang tampil “Video ini tidak lagi tersedia karena akun YouTube
yang terkait dengan video ini telah dihentikan.” Kenapa video itu dihapus?
Siapa yang menghapus? Mengingat kentalnya UU ITE, saya menduga video ini
dihapus karena ada masalah di dalamnya. Mungkin ujaran kebencian, fitnah atau
apa; yang jelas sekonyong-konyong video itu dihapus. Tapi sudahlah!
Kesalahan utama para penganut ilmu cocokisasi
adalah mencocok-cocokan sesuai keinginan. Padahal, belum tentu
pencocok-cocokannya itu betul. Untuk mengujinya, perlu dilihat pula perspektif
yang berbeda, sehingga pemahamannya dapat utuh.
[1] FPI adalah suatu ormas Islam yang amat
aktif, bukan cuma masalah politik tetapi juga kemanusiaan dan dakwah. Silakan
googling, dan kita akan temukan banyak gambar silahturahmi FPI dengan
tokoh-tokoh bangsa. Bukan hanya SBY, tetapi juga Prabowo, MUI, Haji Lulung,
bahkan Jokowi dan JK. Apakah bisa suatu pertemuan kemudian diklaim sebagai
adanya “deal”? Jika begitu logika yang dipakai, jangan salahkah publik
jika menuding Ahok ada “deal” dengan bos besar Agung Sedayu Group Sugianto
Kusuma (Aguan) yang kini sedang tersangkut kasus korupsi di KPK. Bukankah Ahok
mengaku terbiasa bertemu Agua satu kali dalam sebulan? Ahok Akui Dekat
Dengan Aguan, Makan Mpek-mpek Jadi bahaya kan?
[2] Gubernur tandingan. betul FPI sudah lama
berseteru dengan Ahok. Perseteruan ini bukan sebatas isu agama, tetapi FPI
menilai ada kebijakan-kebijakan Ahok yang tidak berorientasi kepada rakyat.
Manuver FPI dengan mengangkat Gubernur tandingan bukan sesuatu yang
bertentangan dengan konstitusi. Karena memang tidak ada pasal UUD 1945 yang
dilanggarnya. Di negara-negara maju, tradisi tandingan ini sudah lumrah.
Di Inggris contohnya, Pemimpin Partai Buruh
Jeremy Corbyn mengumumkan Kabinet Bayangan Tradisi pejabat bayangan
adalah suatu cara menyampaikan kritik agar pejabat yang sebenarnya itu dapat
bekerja lebih baik lagi.
Tradisi bayangan juga sempat muncul di masa
SBY, namanya Koalisi Muda Parlemen Indonesia sebagai kritik bagi pemerintah.
Tidak ada masalah dalam demokrasi terkait hal ini. Barangkali hanya Bung Hedi
saja yang kekurangan referensi bacaan sehingga menyebutnya sebagai pelanggaran
konstitusi.
Ketiga, dukungan FPI untuk AHY-Sylvi. Saya
bertanya-tanya mengapa Hedi sampai luput jika FPI berorientasi mendukung
Gubernur Muslim. Maka FPI menegaskan bahwa mereka mendukung AHY-Sylvi
sekaligus Anies-Sandiaga. Klarifikasi ini sudah sangat jernih dan tegas. Ramai
Hashtag #FPIdukungAHY, Ini Penjelasan Ketum FPI . Jadi mengapa harus
dicari-cari celah lagi? Bukankah sikap ketua umum FPI itu adalah sikap resmi
organisasi FPI?
Keempat, tunggang-menunggangi. Heidi menulis,
“SBY melalu konferensi persnya menyatakan dukungan penuh terhadap pengawalan
peradilan penistaan agama yang notabene sedang dikawal oleh FPI”
Padahal, SBY tidak pernah menyebut FPI secara
spesifik. Lalu, yang mengawal kasus penistaan agama yang mendakwa Ahok bukan
hanya FPI, melainkan GNFMUI- ada banyak ormas Islam dan pribadi-pribadi orang
Islam yang mendukungnya. Dengan demikian, terlalu sukar jika kita menyebut
konferensi pres itu semata-mata untuk menarik dukungan FPI. Tidak mungkin
jutaan orang yang hadir di ABI Jilid II dan Jilid III itu semata-mata massa
FPI.
Dukungan SBY atas pengawalan penistaan agama
yang mendakwa Ahok dilandasi atas kesadaran bahwa gerakan itu semata-mata
mencari keadilan. Mustahil jika gerakan itu terwujud hanya demi urusan Pilkada
Jakarta, untuk urusan politik. Mustahil gerakan itu begitu besar jika tidak
diikat sesuatu yang lebih tinggi ketimbang urusan politik, dan itu adalah
perkara agama.
Apa umat Islam itu mau jalan kaki dari
Tasikmalaya ke Jakarta hanya untuk kepentingan Pilkada Jakarta? Terlalu menurut
saya.
Jika hendak salah-menyalahkan atas membesarnya
efek kasus penistaan agama ini, maka kita patut bertanya kepada aparat hukum.
Ahok disebut sudah berulang-ulang menista agama, sehingga Advokat Cinta
Tanah Air sampai 9 kali melaporkannya. Tetapi prosesnya terkatung-katung.
Jika saja penanganannya lebih cepat pasti Aksi Bela Islam tidak akan
sebesar itu.
Kelima, SBY makar. Ini yang paling lucu,
apalagi beralas skenario-skenario-an. Sejak jauh-jauh hari SBY telah menolak
tegas penjungkalan presiden di tengah periodesasi pemerintahan. Bagi para tokoh
yang kebelet hendak duduk di kursi RI 1, SBY selalu menegaskan agar menunggu
moment Pilpres 2019. Ketika isu makar membuncah, SBY kembali menegaskan prinsip
kenegarawanannya ini dalam artikel Pulihkan Kedamaian Dan Persatuan Kita di
Harian Rakyat Merdeka, Senin (28/11/2017). Menjadi janggal ketika penegasan
berulang-ulang dari SBY malah ditanggapi dengan tudingan hendak berbuat
makar.
Lagipula, jika makar siapa yang sebenarnya
diuntungkan? Bukankah orang-orang dari lingkar istana sendiri? Pecinta teori
konspirasi tentu paham akan hal ini. Lagipula apa manfaat berbuat makar untuk
SBY? Makar demi memenangkan AHY di Pilkada Jakarta? Betapa tak masuk akalnya
pikiran ini.
Tapi demikianlah dampak dari ilmu cocokisasi
digunakan. Salah kaprah jadi amat rentan terjadi.
kompasiana
kompasiana
Post a Comment