Header Ads

Apa yang terucap akan lenyap, apa yang tertulis akan mengabadi

Fitnah SBY, Kivlan Zen Tak Sadar Kalau Kepalanya Gundul


Kivlan Zen gak kapok-kapok cari sensasi. Kali ini dia memfitnah SBY bertindak licik saat Pilpres 2019. SBY dan Partai Demokrat mau menjegal Prabowo Subianto supaya kalah di Pilpres 2019.
Ini jelas satu dari banyak omongan ngawur yang Kivlan lancarkan untuk memenuhi libido politiknya. Maklum, karir politik Kivlan segitu-segitu doang. Maka, politik sensasi dan fitnahlah yang dilancarkannya. Dan hasilnya ngawur kuadrat. Kivlan seperti kakek-kakek gundul yang masih merasa punya rambut. Barangkali ini efek post power syindrom yang memenuhi kepala gundulnya. 
Dari awal, pernyataan Kivlan memang benar-benar gundul. Dia datang ke KPU untuk unjuk rasa kecurangan pemilu, tapi ujung-ujungnya malah fitnah SBY. Massa yang digembor-gemborkannya cuma seuprit. 
Saya pikir hanya setan gundul yang tak paham sejauh mana jasa SBY untuk memenangkan Prabowo di Pilpres 2019. Meski "dikhianati" Prabowo yang mengambil Sandiaga sebagai cawapresnya, Demokrat tetap melabuhkan dukungan kepada sahabat SBY ini.
SBY bahkan mengirim kader-kader Demokrat terbaik untuk mendukung Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi. Ada Jansen Sitindaon, Ferdinand Hutahean, Imelda Sari, Rachland Nasidik, dan banyak lagi. Selain utusan Gerindra, kader-kader Demokrat di BPN Prabowo-Sandi adalah yang paling bunyi. Mulai dari televisi, media sosial, hingga lapangan. Mereka memberikan kontribusi yang signifikan. Bandingkan dengan PKS yang cuma kesohor dengan Mardani atau Faldo Maldini sebagai representasi PAN.
Saking pasang badannya kader-kader Demokrat ini, sampai-sampai mereka kehabisan waktu untuk mengurus dapil. Tahukah Kivlan pengorbanan Jansen yang mengusung-usung Prabowo di dapilnya yang nyata-nyata basis Jokowi? Alhasil, Jansen gagal melenggang ke Senayan. Kalau SBY ingin Prabowo kalah, tentu dia akan mengirim kader "ayam sayur" untuk memperkuat BPN.
Kivlan juga mesti paham kalau Prabowo itu tidak punya pengalaman pemerintahan apapun. Untuk menutupi kelemahan ini, BPN menggunakan kisah sukses pemerintahan SBY. Akibatnya, SBY harus dibully, difitnah, sampai dihapus rekam jejak prestasinya oleh kubu lawan supaya Jokowi bisa bersinar. Sudah pun begitu, Prabowo sampai sempat-sempatnya menyalahnya presiden-presiden sebelumnya atas kondisi hari ini.
Kivlan mungkin terlalu gundul untuk paham kalau SBY mau bikin Prabowo kalah, gampang sekali. SBY tinggal bilang "segala pencapaian saya adalah hasil kerja keras saya, tidak ada kontribusi Prabowo di sana. Dan kalau Prabowo menang belum tentu dia bisa melakukan pencapaian seperti yang saya lakukan. Mungkin pula dia akan gagal, karena tidak punya pengalaman di pemerintahan."
Jeder! Pasti kubu 02 akan mengoreng-goreng pernyataan ini. Publik yang berharap pada Prabowo akan lemes karena tidak ada kepastian jika Prabowo menang kondisi tidak akan semakin buruk.  
Apakah SBY sampai mengatakan hal ini? Tidak! SBY merelakan dirinya sebagai martir bagi Prabowo.
Kalaupun SBY memberikan saran-masukan, itu semua lahir dari pengalaman, komitmen dan niat baiknya. Untuk kepentingan Prabowo-Sandi sendiri. Untuk keutuhan bangsa dan negara. Bukan untuk jabatan.
Ingat, Demokrat adalah satu-satunya partai yang tidak mau ambil pusing draft bagi-bagi kursi menteri yang dilakukan Prabowo. Alasannya tegas, perang belum tuntas dan itu penghinaan bagi rakyat yang sedang memperjuangkan perubahan di akar rumput.
Soal politik identitas itu apalagi. Ini bukan soal turunnya suara parpol koalisi Prabowo-Sandi akibat strategi politik identitas ini dilancarkan. Bukan juga iri karena PKS adalah satu-satunya partai yang dapat keuntungan dari strategi politik identitas yang dimainkan kubu Prabowo. Ini soal keutuhan bangsa  dan negara.
Gara-gara strategi politik identitas tensi politik panas membakar. Medsos diisi netijen yang adu bacot gara-gara pilihan politik berbeda. Ada makam yang terpaksa dipindah gara-gara beda dukungan. Perkelahian secara fisik juga terjadi gara-gara politik identitas. Hubungan perkawanan, keluarga retak. Mulai terjadi gejala pembelahan bangsa.
Apa ini yang Kivlan inginkan? Atau Kivlan ingin situasi yang lebih parah dengan memanipulasi people power menjadi scenario untuk menghadap-hadapkan massa pendukung politik identitas dengan TNI/Polri. Ambisi kekuasaan di atas ancaman bentrokan berdarah? Kalau iya, berarti Kivlan ini masuk kategori "setan gundul" yang disebut Andi Arief.
sumber: kompasiana

Tidak ada komentar