Header Ads

Apa yang terucap akan lenyap, apa yang tertulis akan mengabadi

Kisah Caleg Impor Yang Coba Hapus Cetak Tangan SBY di Sumut?


Djarot Saiful Hidayat bikin ulah. Dalam acara Konsolidasi kader PDIP se-Sumut, Minggu (16/12/2018) lalu, Djarot membandingkan pembangunan di era Joko Widodo (Jokowi) dan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia terkesan menafikan hasil pembangunan di era SBY.
“Sampai saya tuh berpikir begini, 10 tahun kita membangun zaman Pak SBY, yang dibangun di Sumatera Utara ini opo (apa)? Ono ora (ada tidak)? Opo sing (apa yang) dinikmati? Sing (yang) bener, jujur? Ono Ora (ada tidak)?” Begitu tanya Djarot.
Pernyataan Djarot bukan hanya membikin sewot banyak kader Partai Demokrat, tapi juga masyarakat  Sumut. Pernyataan Djarot kian mengonfirmasi bahwa dirinya pantas kalah dalam Pilgub Sumut kemarin. Djarot buta informasi pembangunan di Sumut. Wajar, dia kan cagub yang diimpor dari Jakarta.
Padahal sudah banyak yang pemerintah SBY lakukan di Sumut. Baik dalam bentuk program-program pro rakyat, maupun pembangunan infrastruktur fisik.
Ambil contoh Bandara Kualanamu yang bergandeng dengan Kereta api Kualanamu-Medan. Pembangunan Bandara Kualanamu menghabiskan anggaran sekitar Rp 5,59 triliun. Juga pengembangan Bandara Silangit di di Siborong-borong.
Untuk memenuhi kebetuhan listrik Sumut, pemerintah SBY membangun PLTA Asahan I di Toba Samosir, PLTU Pangkalan Susu di Langkat, PLTU Labuan Angin di Tapanuli Tengah. Jalan lupakan Fly Over Amplas dan Fly Over Jamin Ginting. Bahkan gagasan Jalan Tol Trans-Sumatera diteken dan dimulai pada era pemerintahan SBY.
Banyak lagi pembangunan infrastruktur di Sumut yang dilakukan pemerintah SBY, sedikit di antaranya bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
Pertanyaannya mengapa Djarot bisa begitu buta informasi? Okelah kalau Djarot buta informasi sebab dulu berstatus sebagai cagub impor. Tapi bagaimana sekarang? Bukankah hari ini Djarot adalah Caleg DPR RI dari PDIP untuk Dapil Sumut III. Dapil ini meliputi Asahan, Kota Tanjung Balai, Kota Pematangsiantar, Simalungun, Pakpak Bharat, Dairi, Karo, Kota Binjai, Langkat, dan Batu Bara.
Perhatikan baik-baik dapil Djarot ini. Bahkan di Asahan dan Langkat yang nyata-nyata sudah dibangun PLTA Asahan I di Toba Samosir dan PLTU Pangkalan Susu, Djarot tidak tahu.  Apa Djarot tidak kenal teknologi mutakhir bernama google?
Khawatirnya, jika Djarot tidak tahu kondisi daerahnya, bagaimana mungkin ia bisa memperjuangkan hal-hal yang tepat bagi pembangunan daerahnya?
Atau jangan-jangan Djarot sebenarnya sudah paham. Ia cuma pura-pura tak tahu. Tujuannya untuk menghapus cetak tangan SBY di Sumut sehingga dukungan masyarakat bagi Jokowi bisa semakin besar.
Jika ini kasad yang diinginkan, sungguh amat disayangkan.
Ini jelas pembodohan publik. Bahkan  bertentangan dengan pesan Sukarno yang jadi ikon PDIP itu: Jas Merah-Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah. Ya, pernyataan Djarot tak ubahnya mencoba menghapus sejarah pembangunan bangsa dan negara.
Tapi pola yang dilakukan Djarot bukan kali pertama. Sebelumnya, pola-pola ini sudah banyak dilakukan. Dalam banyak pembangunan infrastruktur yang digagas, dimulai dan dikerjakan pada era SBY, nama Presiden ke-6 RI kerap dihilangkan. Seolah-olah pembangunan infrastruktur-infrastruktur yang megah itu sepenuhnya dilakukan oleh rezim hari ini. Padahal Bandung Bandawoso yang bisa menciptakan 999 candi dalam tempo satu malam hanya ada di cerita rakyat.
sumber: politiktoday

Tidak ada komentar