Header Ads

Apa yang terucap akan lenyap, apa yang tertulis akan mengabadi

Bertubi-tubi Dizalimi, Apa SBY Mesti Mengasingkan Diri ke Pulau Terpencil?


Projo menanggapi aksi walk out Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam “Deklarasi Kampanye Damai” dengan lagak kampungan. Mereka tidak mengaku salah. Padahal nyata-nyata Projo sudah melakukan kesalahan fatal.
Pertama, “Deklarasi Kampanye Damai” bukan kampanye sungguhan. Event itu cuma starting point. Makanya atribut-atribut kampanye diurus KPU. Jadi Projo, mau di dalam atau di luar area “Kampanye Damai”, tak boleh kibar-kibar bendera besar Jokowi. Sebab kala itu Monas adalah titik netral.
Kedua, Projo itu pendatang “haram”. Mereka tak diundang KPU. Parahnya, alih-alih tahu diri, Projo malah mengganggu event KPU tersebut.
Ketiga, Projo melakukan aksi provokasi. Buktinya, mereka mengganggu mobil golf SBY dan Zulkifli Hasan cs dengan atribut-atribut berlogo Jokowi plus teriakan: “Bang, dukung Jokowi!” Padahal SBY dan Zulkifli Hasan adalah dua ketum parpol pengusung Prabowo Subianto – Sandiaga Uno. Afiliasi politik mereka sudah jelas. Apalagi sesuai UU, Partai Demokrat dan PAN tak bisa menarik dukungan.
Kalau bukan provokasi dan pelecehan, apa Projo terjangkit sindrom beloon temporer sehingga gagal paham hal sesederhana ini?
Munculnya tudingan “SBY jangan baper” cuma bikin publik ngakak tingkat dewa. Jangan ajari SBY bersikap. Aksi Projo cuma seuprit kadar zalimnya ketimbang demonstran yang menggeret kerbau yang badannya dipilox “Si Bu Ya” dan di pantatnya ditempeli gambar SBY.
Adakah pengujukrasa itu diciduk polisi gara-gara menghina seorang presiden? Tidak! Pengujukrasa itu malah dimaafkan SBY sebab orientasinya mengkritik pemerintah. Beda dengan aksi Projo yang sudah menodai Pilpres 2019. Jika dari awal sudah curang, bagaimana kita bisa berharap Pilpres 2019 akan berlangsung damai, demokratis, judul dan adil?
Apalagi sehari sebelumnya, SBY dihantam fitnah. Video dukungan SBY di Pilkada Serentak 2018 diedit sehingga seakan-akan SBY mendukung Jokowi-Maruf Amin. Sulit membayangkan politisi pro Jokowi cukup dungu untuk memercayai video hoaks itu. Tetapi faktanya, mereka justru turut mengamplifikasi fitnah itu. Tragisnya, saat kebenaran terungkap, politisi pecundang itu langsung berlagak tak berdosa. Inilah yang saya sebut taktik politik “serang-berlagak beloon”.
Taktik ini jadi nafas fitnah Asia Sentinel dan fitnah SBY memodali aksi 4 November 2016. Juga fitnah Antasari Azhar, mantan napi kasus pembunuhan, pada H-1 pemungutan suara Pilgub Jakarta. Mula-mula pendukung paslon petahana gegap gempita menggoreng isu-isu itu. Meski fitnah itu kemudian gagal total, para tukang fitnah tak sudi mengaku salah.
Bahkan hingga hari ini tak jelas tindak lanjut polisi atas laporan SBY terhadap fitnah Antasari. Cuma yang pasti, hari ini Antasari tercatat sebagai dedengkot organisasi relawan pemenangan Jokowi.
Parade penzaliman SBY tak akan redup meski Pilpres 2019 berakhir. Sebab akar kekejian ini adalah rasa takut kehilangan kuasa. Pasalnya, SBY adalah salah seorang tokoh yang paling dicintai masyarakat. Cetak tangannya dalam membangun negeri ini telah menyentuh kalbu rakyat Indonesia.
Dukungan rakyat jadi modal SBY untuk meluruskan kesalahan dan keteledoran penguasa. Sebagai Bapak Bangsa, SBY tidak mungkin diam apabila bahtera Indonesia berlayar ke arah yang salah. Apalagi sampai dirusak oleh awak-awak bahtera Indonesia sendiri.
Akibatnya SBY pun diintimidasi. Karakternya dibunuh semati-matinya. Cetak tangannya dihapus, diklaim bahkan dituding jadi biang keladi segala masalah pemerintah hari ini. Harapannya SBY frustasi dan pensiun dari pengabdiannya bagi bangsa dan negara. Harapan SBY mau menyepi ke pulau terpencil sehingga tidak mengganggu skenario-skenario penguasa, meskipun skenario itu jelas-jelas menzalami rakyat. Harapannya SBY mau madeg pandito ratu.
Namun SBY bukan anak kemarin sore. Dia petarung yang berhati lembut. Karena itu SBY melawan secara santun, halal dan taat hukum. Dan agaknya Tuhan meridhai ikhtiar SBY ini. Becik Ketitik Olo Ketoro. Pelan-pelan segala fitnah terhadap SBY rontok oleh terbitnya matahari kebenaran. Dan pihak-pihak berhati hitam pun cuma bisa terbengong-bengong.
sumber: politiktoday

Tidak ada komentar