Beranikah DPR bentuk Pansus Lukas-Kepala BIN?
Sejak kapan terjun
ke dalam dunia politik taruhannya nyawa? Jikalau peristiwa ini terjadi di era
kolonial Belanda atau pendudukan Jepang, barangkali masih bisa dimaklumi.
Tetapi, jika berlaku menjelang dua dekade reformasi dihembuskan, betapa
tragisnya.
Demikian perasaan saya saat menyibak perkara pertemuan antara Gubernur
Papua Lukas Enembe dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan;
Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian; dan Kapolda Sumatera Utara (eks Kapolda
Papua) Irjen Pol Paulus Waterpauw.
Mereka yang butuh huruf pun pasti maklum bahwa ada yang janggal dari
pertemuan ini. Bukan hanya karena pelaksanaannya di kediaman Budi Gunawan.
Tetapi, jika tak ada yang disembunyikan, mengapa Lukas sebelumnya membantah
terjadinya pertemuan ini.
Ada rumor yang beredar. Lukas dipaksa menandatangai klausul khusus
dalam pertemuan itu. Ada tiga yang tersiar di media massa: 1) memenangkan
Jokowi dalam Pilpres 2019; 2) memenangkan PDIP dalam Pileg 2019; dan 3)
berpasangan dengan Irjen Pol Paulus Waterpauw dalam Pilgub Papua 2018.
Jika ini benar, maka kredibilitas Polri dan BIN hancur sudah. Polri dan
BIN adalah aparat negara dan peraturan perundang-undangan tegas melarang aparat
negara untuk terlibat dalam politik praktis. Alih-alih, malah diduga Pimpinan
Utama Polri dan BIN yang melakukannya. Jika rumor ini benar, terjadi bencana
bagi proses reformasi di tubuh kepolisian. Adalah tamparan telak bagi
pemerintah Jokowi.
Menekan Lukas demi kepentingan politik praktis terang dilarang. Tetapi,
dampaknya cuma setahi kuku ketimbang bila polisi memiliki afiliasi terhadap
kepentingan politik penguasa. Celaka dua belas jadinya!
Kita sama-sama paham, polisi memiliki personel yang terstruktur dari
pusat hingga ke tingkat kecamatan, bahkan keluruhan—jika subpolsek dilibatkan.
Kita paham, BIN memiliki kemampuan untuk melacak isu-isu tertentu. Semasa Orde Baru,
pola semacam ini ampuh digunakan untuk memanipulasi Pemilu. Imbasnya, Suharto
menjabat Presiden selama tiga dekade.
Jika benar Polri dan BIN terlibat dalam upaya pemenangan Jokowi dan
PDIP, lebih baik Pemilu 2019 dibatalkan saja. Percuma! Hanya akan jadi ajang
membakar uang. Sebab, pelaksanaannya sudah tidak demokratis, jujur dan adil.
Apa yang dikhawatirkan Partai Demokrat bisa dimaklumi. Keselamatan
Lukas Enembe bisa terancam. Sekiranya Lukas membenarkan rumor ini, alamat
hancurlah kredibiltas Kapolri dan Kepala BIN. Bahkan bisa sampai ke level
Presiden Jokowi sendiri, jika terbukti bahwa instruksi tersebut adalah pesanan
Presiden ke-7 RI.
Artinya, akan ada strategi penyelamatan kekuasaan. Dan belajar dari
kasus mendiang Munir dan Novel Baswedan, siapa yang bisa menjamin tidak akan
terjadi peristiwa yang aneh-aneh kepada Lukas?
Ini bahaya besar bagi demokrasi di Indonesia. Kasus ini wajib diusut
tuntas. Jangan berhenti hanya karena pengakuan dari Polri dan BIN. Harus ada
pemeriksaan yang intensif dari pihak ekternal. Dan peran ini seharusnya diambil
oleh DPR sebagai pengawas pemerintah.
DPR harus maju ke depan. DPR harus membentuk pansus agar duduk-tegak
masalah ini bisa terang benderang. Ini adalah satu-satunya cara untuk
mengembalikan kepercayaan publik bahwa Pemilu 2019 kelak benar-benar
terselenggara secara demokratis, jujur dan adil. Beranikah DPR?
Post a Comment