Header Ads

Apa yang terucap akan lenyap, apa yang tertulis akan mengabadi

Lulus Ujian Sejarah, Demokrat Siap Tatap Hari Esok


Cuitan Wasekjen DPP Partai Demokrat Andi Arief bikin heboh semesta Twitter. Meskipun pengumuman resmi KPU belum terbit, Andi sudah memprediksi komposisi kursi DPR periode 2019-2024. Lima besar parpol peraup kursi DPR terbanyak adalah : 1) PDIP: 133 Kursi; 2) GOLKAR: 83 Kursi; 3) GERINDRA: 79 Kursi; 4) DEMOKRAT: 57 Kursi; dan 5) PKB : 55 Kursi.
Publik tidak terkejut jika PDIP jadi juara Pileg 2019. Juga pertarungan Golkar dan Gerindra memperebutkan posisi kedua. Tapi jika Demokrat bisa menyodok ke peringkat ke-4 dalam komposisi kursi DPR, terang luar biasa. Sebab informasi yang beredar Demokrat berada di posisi ke-7 perolehan suara Pileg. Demokrat tertinggal dari PKB, Nasdem dan PKS.
Kita pun paham kalau situasi Pemilu 2019 tidak menguntungkan bagi Demokrat. Jika PDIP dan Gerindra panen cocktail effect dari Jokowi dan Prabowo, Demokrat relatif tidak mendapat keuntungan elektoral dari mengusung Prabowo. Di lain sisi, Demokrat juga tidak punya menteri yang program-program bisa dijual untuk meraih simpati publik.
Jika PKS meroket bersama maraknya politik identitas/SARA, Demokrat malah menolak mentah-mentah. Demokrat tetap tegak di jalan kebhinekaan, dan berikhtiar maksimal mencegah pembelahan bangsa. Akibatnya memang kontradiktif. Pemilih Demokrat yang termakan isu politik identitas langsung bergeser ke PKS atau Gerindra. Sebaliknya pemilih Demokrat yang berasal dari kalangan minoritas bergeser untuk memilih partai-partai pendukung Jokowi sebab terjebak stigma politik identitas kental di kubu pendukung Prabowo-Sandi. 
Demokrat juga menolak manuver yang melanggar etika politik. Misalnya dengan membajak vote getter kader-kader parpol lain seperti yang diterapkan Nasdem. Apakah perpindahan itu murni untuk mencari tempat yang lebih baik? Barangkali karena diiming-iming mahar milyaran atau perlindungan hukum sebab ada kader Nasdem yang menjabat jaksa agung? Kelak akan kita buktikan bersama. Yang jelas, Demokrat tidak berambisi membajak kader parpol lain, apalagi pakai iming-iming yang melanggar etika dan hukum positif.
Last but not least, Demokrat tidak punya media massa. Nasdem punya MetroTV group, sementara Perindo didukung oleh MNC Group. Sedangkan Demokrat cuma punya "komunikator politik" yang secara masif mensosialisasikan visi, misi dan program kerja Demokrat melalui media sosial. Apalagi saat ini SBY tengah menjaga Ibu Ani Yudhoyono sedang melakukan perawatan kanker darah di Singapura. Secara otomatis, SBY tidak bisa lagi turun ke lapangan untuk berkampanye secara langsung.
Kondisi Pemilu 2019  benar-benar tidak menguntungkan untuk Demokrat. Miskinnya sumber daya politik, serta keteguhan Demokrat untuk berjuang dengan cara-cara yang baik, membuat Demokrat berkali-kali diisukan tersingkir. Pada Desember 2018, Demokrat sempat diprediksi lolos ke Senayan dengan nilai pas-pasan, yakni 4,8%. Yang tersisa di internal Demokrat hanya dua: kerja keras caleg dan strategi yang sesuai jalan Demokrat. Dan informasi yang disampaikan Andi Arief mengkonfirmasi kalau kedua faktor ini cukup sukses dimaksimalkan.
Perkara kerja keras caleg itu sudah pasti. Setiap caleg bergerak sesuai dengan karakteristik dapilnya masing-masing. Mereka menyapa rakyat dengan satu tagline "bantu rakyat yang susah". Dan bantuan ini tidak dilaksanakan pasca pemilu, tapi sudah dimulai jauh sebelum kompetisi pemilu dimulai.
Sebagai Partai modern, Demokrat tidak menjual politik identitas, membajak kader apalagi jadi bemper para koruptor. Yang dimajukan Demokrat adalah 14 Program Prioritas Demokrat yang berisi solusi bagi keluh-kesah rakyat hari ini. Rekam jejak SBY juga menjadi penegas bahwa  14 Program Prioritas Demokrat bukan omong kosong tapi pernah dipraktikan semasa pemerintahan SBY.
Demokrat paham Pemilu 2019 menganut sistem sainte lague. Sistem ini membuat jumlah perolehan suara tidak otomatis linier dengan jumlah kursi DPR yang didapat. Terbuka ruang untuk menetapkan target suara di level aman untuk minimal satu kursi pada daerah-daerah yang sulit.
Agaknya Demokrat sukses memaksimalkan keuntungan dari sistem sainte lague, sehingga perolehan suara mereka bisa diatas PKB, Nasdem dan PKS. Meskipun suara Demokrat merosot, tapi perolehan kursi DPR untuk Demokrat tidak jauh berbeda dengan hasil Pemilu 2014.
Pencapaian ini tentu tidak bisa dipisahkan dari kekuatan SBY selaku Ketum Partai Demokrat dan para pengurus DPP. Tidak bisa pula dilepaskan dari kemampuan Agus Harimurti Yudhoyono dalam mengkonsolidasi sumber daya pemilu yang terhimpun dalam Kogasma Demokrat, serta Komite Pemenangan Pemilu yang dipimpin oleh Edhie Baskoro Yudhoyono.
Cuitan Andi Arief menunjukan Demokrat berhasil lolos dari ujian sejarah. Hasilnya cukup memuaskan meskipun banyak rumor kalau aparatur negara tidak ikut campur, perolehan suara Demokrat akan semakin besar. Yang jelas, Demokrat masih melangkah di jalan nasionalis-religus. Demokrat masih bertahan dengan etika politik dan koridor hukum dalam memperjuangkan cita-citanya. Saya pikir ini modal politik yang baik bagi Demokrat untuk optimis menatap masa depan.

sumber: kompasiana

Tidak ada komentar