Menyoal Pengakuan Sekjen PDIP, Benarkah PDIP Tidak Terlibat E-KTP?
Menarik menyikapi pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang
menyinggung kasus dugan korupsi E-KTP. Melalui pernyataan kepada media ini,
Harto ingin membangun citra seolah-olah PDIP, dalam konteks ini Fraksi PDIP DPR
periode 2009-2014, tidak terlibat dalam urusan E-KTP ini. Alasannya, saat itu
PDIP adalah parpol oposisi. Sebuah strategi cuci tangan yang manis mengingat
saat ini publik sedang meramai-ramai merisak Setya Novanto plus Golkar sebagai
“biang keladi” kasus dugaan korupsi ini.
Tapi benarkah Fraksi
PDIP tidak terlibat dalam hal ini? Benarkah karena mengambil posisi sebagai
oposisi pemerintah maka PDIP bisa cuci tangan dari apa yang terjadi? Secara
pribadi saya katakan argumentasi Hasto ini sangat naif. Ada beberapa landasan
pemikiran saya.
Pertama, titik
pangkal kasus dugaan korupsi E-KTP berada di aras DPR, pada proses
penganggarannya. Ada dugaan kesepakatan-kesepakatan jahat yang diamini oleh
orang-orang “kuat” di DPR untuk menjadikan proyek ini sebagai bancakan. Bahkan
tersiar pula kabar bahwa seluruh anggota Komisi II DPR hingga pimpinan DPR,
menerima fee proyek ini dengan jumlah bervariasi.
Jika ini benar, maka
penyataan Hasto Kristiyanto jatuh pada level omong kosong—bahkan bisa disebut
pembohongan publik. Pasalnya, pada tahap penganggaran proyek E-KTP, jelas-jelas
ada kader PDIP yang duduk sebagai anggota komisi II DPR. Bahkan, salah satu Wakil
Ketua Komisi II DPR berasal dari Fraksi PDIP.
Dan sebagaimana peribahasa: jika pangkal buruk, maka ujung pun
akan buruk. Artinya, pemerintah SBY saat itu hanya korban dari kesepakatan
jahat ini. Pemerintah SBY ketempuan akibat
strategi penyenderaan anggaran yang dilakukan oleh orang-orang “kuat” di DPR.
Kedua, Hasto
sembrono melokalisir persoalan. Hasto seolah-olah ingin menyebut bahwa
anggota DPR yang parpolnya tidak bergabung dalam pemerintah tidak “cawe-cawe” dalam urusan pengadaan E-KTP.
Padahal, semua Fraksi di DPR pasti “cawe-cawe” dalam urusan ini.
Mereka yang baru
melek politik pun paham bahwa DPR punya tiga fungsi utama, yakni pengawasan,
penganggaran dan legislasi. Apapun parpolnya, mau oposisi atau pro pemerintah,
yang namanya anggota DPR pasti berkutat dengan ketiga fungsi ini.
Menjadi aneh bila
Fraksi PDIP DPR tidak ikut “cawe-cawe” tersebab sebelum proyek itu disetujui
ada pembahasan anggaran di DPR, dan setelah disetujui pun ada kewajiban DPR
untuk mengawasinya. Justru, jika kedua fungsi ini tidak dilakukan, patut
dipertanyakan profesionalisme anggota DPR Fraksi PDIP tersebut—kasarnya, kita
bisa menyebut mereka makan gaji buta.
Faktanya, Fraksi
PDIP DPR justru menjadi “ujung tombak” dalam pembahasan pengadaan E-KTP di DPR.
Sebab Ganjar Pranowo, seorang kader PDIP di DPR, waktu itu menjabat Wakil Ketua
Komisi II DPR yang bertugas membidangi urusan Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) dan Pilkada. Artinya urusan pembahasan proyek pengadaan E-KTP di
Komisi II DPR berada dalam lingkup kepemimpinan Ganjar Pranowo.
Hasto tidak bisa
berkilah bahwa Ganjar Pranowo sama sekali tidak “cawe-cawe”, misalnya dengan
alasan saat itu Ganjar Pranowo sudah dilantik menjadi Gubernur Jawa Tengah.
Sebab, Hasto menyebut sendiri bahwa pembahasan anggaran proyek E-KTP dilakukan
pada tahun anggaran 2011-2013, sementara Ganjar Pranowo dilantik sebagai
Gubernur Jawa Tengah pada 23 Agustus 2013.
Apalagi, sesuai
mekanisme DPR, posisi Ganjar Pranowo ini kemudian dilanjutkan oleh kader PDIP
lainnya, yakni Arif Wibowo. Sederhananya, bisa ditarik kesimpulan bahwa
pembahasan anggaran E-KTP di DPR terjadi saat masa kepemimpinan Ganjar Pranowo,
sementara Arif Wibowo mengurus proses pengawasan saat rancangan anggaran itu
sudah disahkan DPR.
Jadi, betapa naifnya
Hasto bila menyebut bahwa PDIP tidak “cawe-cawe” dalam urusan pengadaan E-KTP.
Menurut saya pribadi ini adalah strategi cuci tangan yang—maaf—bodoh. Atau
bahkan kurang ajar karena seolah-olah Hasto menempatkan rakyat Indonesia
sebagai sekumpulan orang yang bisa dibodohi?
Dan di sinilah peran
penting KPK. KPK berkewajiban mengusut secara tuntas persoalan ini hingga ke
akar-akarnya. Tanpa terkecuali! Termasuk untuk kader-kader parpol yang saat ini
sedang mesra-mesra dengan kekuasaan.
Post a Comment